sarkem. merdeka.com/malesbanget.tk
Reporter: Parwito
Upaya penertiban lokalisasi yang akan dilakukan Dirjen Rehabilitasi dan Kementerian Sosial di Jawa Timur mungkin saja meluas. Tidak menutup kemungkinan lokalisasi Sarkem, yang berada di Kota Yogyakarta, menjadi sasaran berikutnya.
Sarkem, yang terletak di jantung Kota Yogyakarta, DIY, bisa dibilang lokalisasi kesohor. Disebut Sarkem karena kawasan lokalisasi ini dulunya adalah tempat pasar kembang (Sarkem). Jalan lokalisasi di sebelah selatan Stasiun Tugu Yogyakarta itu kini juga dinamai Jalan Pasar Kembang.
Sarkem kini seolah sudah menjadi bagian dari kegiatan wisata di sekitar Kota Yogyakarta. Tak jarang wisatawan baik lokal maupun asing mencoba 'berwisata' di lokalisasi yang berada di dalam gang sempit tersebut.
Menurut sejarahnya, lokalisasi ini pertama kali muncul pada tahun 1884. Saat itu, kawasan Sarkem dimanfaatkan pekerja seks komersil (PSK) untuk melayani para pekerja pembangunan Stasiun Tugu. Pekerja bangunan itu juga membangun tempat-tempat penginapan dan fasilitas lainya di sekitar kawasan wisata Malioboro, yang merupakan jantung Kota Gudeg ini.
Letak Sarkem juga strategis. Selain bersebelahan dengan Malioboro, lokalisasi ini juga dekat dengan pos penjagaan polisi, Kantor Gubernur serta Kompleks Keraton Yogyakarta. Jumlah PSK terakhir yang tercatat pada Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Griya Lentera Yogyakarta pada 2005 adalah 300 orang. Kini tercatat sekitar 350 PSK.
Keberadaan lokalisasi Sarkem ini sering dikhawatirkan oleh kebanyakan masyarakat Kampung Sosrowijayan Kota Yogyakarta. Keberadaan PSK yang tahun ke tahun terus meningkat ditakutkan akan memberi dampak negatif yang mempengaruhi perilaku keluarga yang ada di kampung tersebut, terutama terhadap anak-anak kecil.
Walaupun kegiatan yang dilakukan oleh para PSK tersebut dilakukan malam hari, tingkah laku dan kebiasaan yang sering dipraktikkan setiap hari, seperti tata cara berpakaian,
tutur kata, dinilai akan sangat mempengaruhi kondisi kepribadian anak-anak warga sekitar berumur 4-15 tahun yang tinggal di Kampung Sosrowijayan.
"Ada sekitar 200-an PSK yang mencari hidup di Pasar Kembang ini tahun lalu. Mereka terpaksa menjadi pelacur karena desakan ekonomi. Jika ada kesempatan yang lebih baik pasti mereka juga insaf," terang Agawan Zarlianto, Ketua RT 15 RW III Sosromenduran, Gedongtengen, Kota Yogyakarta, tak jauh dari Sarkem.
Lebih lanjut Agawan menyatakan, keberadaan prostitusi terbesar di Yogyakarta ini memang terus menjadi polemik di masyarakat. Ada pihak yang menginginkan lokalisasi ditutup, namun ada juga pihak yang tidak setuju karena hal itu adalah masalah perut.
“Meski masalah perut, namun jika pemerintah tegas maka lokalisasi di Pasar Kembang ini bisa saja ditutup," tandas Agwan.
Kekhawatiran warga sekitar juga terjadi manakala para PSK juga melayani tamu para pengunjung yang merupakan wisatawan asing. Maraknya turis asing itu dikhawatirkan warga semakin memicu penyebaran penyakit HIV AIDS.[ren]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar