Kepedulian terhadap hak-hak anak di Indonesia ternyata masih tergolong rendah. Berbagai kasus kekerasaan, pemerkosaan sampai perdagangan anak masih marak terjadi belakangan ini. Keprihatinan ini pun dirasakan Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Ia mengungkapkan, anak-anak juga memiliki hak hidupnya sebagai manusia yang juga harus diperlakukan dengan baik sama seperti manusia lainnya. Sayangnya masih banyak orang yang belum mengindahkannya karena menganggap anak tidak punya kekuatan untuk melawan orang dewasa, sehingga mudah dieksploitasi.
Salah satu isu paling serius yang terjadi dalam pelanggaran hak anak adalah perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual. Yang paling mengejutkan adalah, adanya angka perdagangan anak yang sangat tinggi pada tahun 2002 lalu. Menurut International Labor Organization, sekitar 1,2 juta anak diperdagangkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia, menurut penelitian yang dilakukan Komnas Anak, perdagangan anak mencapai 200.000-300.000 pada tahun 2004. Tak hanya itu, Indonesia pun menjadi negara pemasok perdagangan anak khususnya pekerja seks komersial (PSK) di bawah umur 18 tahun terbesar di Asia Tenggara.
"Eksploitasi anak merupakan tindakan paling keji terhadap anak-anak. Yang memprihatinkan, di tahun 2011 lalu terjadi 126 kasus yang melibatkan eksploitasi anak perempuan di Indonesia. Ini membuktikan masyarakat Indonesia masih memiliki kesadaran yang rendah untuk menghargai hak anak," jelas Linda, dalam acara konferensi pers perayaan pengesahan RUU Ratifikasi Protokol Konvensi Hak Anak bersama The Body Shop dan organisasi internasional ECPAT (End Child Prostitution Child Pornography & Trafficking of Children for Sexual Purpose) di Kementerian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPAI), Jakarta Pusat, Jumat (7/09/2012) lalu.
RUU Konvensi Hak Anak di Sah-kan
Sayangnya, sanksi pidana dan hukuman terhadap pelanggar hak-hak anak ini masih longgar sehingga pelaku masih bebas melakukan aksinya. Untuk itu, The Body Shop melalui petisi 210.176 tanda tangan dan ECPAT melalui kampanye anti eksploitasi anak didukung oleh KPPAI, dan Komisi VIII DPR RI bekerjasama untuk mendesak pemerintah pusat untuk mensahkan RUU tentang ratifikasi protokol opsional konvensi hak-hak anak.
"Isu ini sebenarnya terjadi di seluruh dunia. Dan PBB sudah mengeluarkan UU yang mengatur tentang hak anak sejak bertahun-tahun lalu. Namun, pemerintah Indonesia ternyata belum sepenuhnya serius menggarap UU ini," sesal Linda. Namun berbagai upaya melalui petisi dan kampanye hak ini akhirnya membuahkan hasil. RUU ini pun disah-kan pemerintah dan DPR pada 26 Juni 2012 lalu.
Pengesahan RUU tentang hak anak mengenai prostitusi ini merupakan langkah yang diharapkan bisa membantu anak-anak mendapatkan hak hidupnya.
Namun keberhasilan ini bukanlah akhir dari perjuangan untuk melawan eksploitasi anak. Ke depanya, diperlukan kerjasama dari banyak pihak untuk memerangi hal ini karena isu ini tidak cukup diwujudkan dalam RUU saja melainkan dalam implementasi nyata. Pelaku dan pihak yang terlibat dengan kejahatan ini harus ditindak sesuai hukum yang berlaku.
"Tak hanya itu, peran serta masyarakat umum yang mengetahui adanya kejadian perdagangan, prostitusi dan pornografi anak ini juga harus aktif membantu pemerintah mengatasinya dengan melapor pada polisi," harap Ida Fauziyah, Ketua Komisi VIII DPR RI.
Ida menambahkan, berbarengan dengan pengesahan RUU ini, pemerintah juga melakukan pengesahan tentang Ratifikasi konvensi perlarangan anak untuk diikutsertakan dalam segala bentuk kegiatan bersenjata.
Editor :
Hesti Pratiwi