Kamis, 19 April 2012

Saritem, lokalisasi yang sulit direhabilitasi

saritem. merdeka.com/jerobandung.blogspot.com

Reporter: Andrian Salam Wiyono

Rencana Dirjen Rehabilitasi Kementerian Sosial untuk merehabilitasi lokalisasi di Jawa Timur, mengingatkan kita pada sejumlah lokalisasi yang ada di tanah air. Lokalisasi Saritem salah satunya.
Saritem seakan tak bisa lepas dari image kota Bandung. Sebab, lokalisasi yang terletak di Jantung Kota, dan terhimpit tiga jalan besar yakni Jalan Astana Anyar, Jalan Gardujati, dan Jalan Sudirman, itu telah ada sejak abad 19 di kota kembang itu.
Begitulah Saritem, kawasan prostitusi yang terkenal di Bandung layaknya Pasar Kembang di Yogyakarta, Dolly di Surabaya atau Kramat Tunggak di Jakarta.
Hasil penelusuran merdeka.com, Kamis (19/4), tak ada data pasti soal sejarah keberadaan Saritem di Bandung. Namun, Saritem diyakini telah ada sejak Belanda membangun jaringan rel kereta api sampai di Kota Bandung, pada awal 1800-an.
Lokasinya yang berdekatan dengan stasiun kereta api yang kini dinamakan Stasiun Bandung itu menambah persyaratan bagi Saritem sebagai lokasi melting pot (tempat berbaurnya masyarakat yang berbeda latarbelakang dan asalnya). Saat itu, Saritem diyakini dibuat untuk untuk memenuhi syahwat para pekerja yang jumlahnya amat banyak.
Versi lain menyebutkan, asal muasal Saritem berasal dari seorang penjahit cantik atau mojang priangan bernama Nyi Saritem. Saat itu dia membuka rumah bordir di area itu. Dia kemudian dijadikan istri peliharaan oleh seorang menir Belanda.
Meski telah ditutup pada 18 April 2007, bisnis prostitusi di lokalisasi itu dikabarkan masih terus terjadi. Upaya pemerintah untuk menghilangkan penyakit sosial pun sudah dilakukan dengan mendirikan pesantren Darut Taubah di area bekas lokalisasi. Tapi pembangunan pesantren itu kenyataannya tidak mampu menghalangi kegiatan bisnis mesum itu.
Hingga kini Saritem masih terus beroperasi. "Nyi Saritem" masih terus menjual kemolekan tubuh yang dimilikinya kepada pria hidung belang.[dan]

1 komentar: